Radigfa Media

Mengenal Guru H. Abdurrahman bin H. Zainuddin (Guru Adu) dan Peristiwa Lahirnya Abah Guru Sekumpul

Makam Tuan Guru H. Abdurrahman bin H. Zainuddin (Guru Adu) - Foto Al Faqir Ahmad

Radigfamedia.online, Kalimantan Selatan - Tuan Guru H. Abdurrahman bin H. Zainuddin atau biasa disebut Guru Adu adalah salah satu ulama yang kharismatik, disegani, dan banyak memiliki kemuliaan serta karamah. Beliau bertempat tinggal di Desa Tunggul Irang.

Dikisahkan bahwa selama Guru Adu tinggal dan dibesarkan di Tunggul Irang, tentara Belanda tidak pernah menginjakkan kakinya di tempat tersebut. Setiap kali akan menuju ke sana, selalu ada saja halangan dan rintangan yang tidak terduga. Beberapa kali perahu tentara Belanda kandas dan tenggelam ketika akan melewati Desa Tunggul Irang dengan sebab yang tidak dapat dimengerti oleh akal dan nalar mereka.

GURU ADU DAN PERISTIWA KELAHIRAN ABAH GURU SEKUMPUL

Ketika Abah Guru Sekumpul masih bayi dan dilahirkan di Desa Tunggul Irang, beliau lahir tidak seperti bayi pada umumnya. Beliau tidak menangis, hanya diam tidak sedikit pun mengeluarkan suara, matanya tertutup seperti tidak ada tanda kehidupan. Kejadian itu berlangsung selama hampir satu jam lamanya, warna kulit badannya sudah mulai membiru. Berbagai macam usaha sudah dicoba, tapi bayi itu masih diam juga. Sampai-sampai neneknya yang bernama Salbiyah yang juga hadir saat kelahiran tersebut berkata: Mati jua cucuku.

Bayi yang keadaannya membuat cemas itu kemudian dibawa pergi ke rumah Guru Adu untuk mendapatkan pertolongan. Setibanya di hadapan Guru Adu, bayi tersebut dipeluk dan ditiupi beliau dengan doa-doa hingga akhirnya samar-samar mulai tampak tanda-tanda kehidupan. Nafas sang bayi mulai turun naik, warna kulitnya berangsur-angsur menjadi kemerah-merahan, dan tangisnya pun mulai terdengar.

Sejak tangis sang bayi sudah mulai terdengar, syukur dan puji dihaturkan kehadirat Allah Yang Maha Kuasa, sebab dialah yang menghidupkan dan dia pula yang mematikan. Bayi yang tangisannya mulai terdengar, pertanda haus dan lapar telah merasuki perasaannya. Maka sang bayi pun diserahkan kepada ibundanya yang akan menyusuinya, membelainya dengan sentuhan lembut, serta memberikan perhatian dengan kasih dan sayang. Bayi yang berada dalam pelukan ibundanya itu terus menangis, hingga keluarga yang hadir ikut berusaha untuk membuatnya terlena dalam pangkuan ibundanya. 

Ibundanya berusaha memberikan air susu, namun tetaplah bayi tersebut menangis. Begitulah seterusnya, bayi tersebut selalu menolak saat diberikan air susu oleh ibundanya. Rupanya sang bayi menolak menyusu kepada ibundanya disebabkan ada orang yang bukan mahram, sang bayi ingin melindungi aurat ibundanya di hadapan oranglain yang bukan mahramnya.

Setelah berjam-jam menangis, bayi yang baru lahir tersebut akhirnya dibawa lagi kepada Guru Adu untuk meminta kembali bantuan beliau. Sesudah diterima kembali oleh beliau, bayi itu masih menangis di pangkuannya. Guru Adu lalu menjulurkan lidahnya ke mulut bayi, maka bayi itu pun menghisap lidah beliau dengan lahapnya seakan-akan sedang menyusu kepada ibundanya. Setelah puas menghisap lidah Guru Adu, maka lidah itu pun dilepasnya dan berhenti pulalah tangisan sang bayi. Kejadian seperti ini berulang-ulang hingga beberapa kali. 

Guru Adu wafat pada hari Jum'at tanggal 23 Rabi'ul Akhir 1364 H atau bertepatan dengan 6 April 1945 M.

Adapun Makam Tuan Guru H. Abdurrahman bin H. Zainuddin (Guru Adu) terletak di Kubah Wali Lima, Desa Tunggul Irang Seberang, Kecamatan Martapura, Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan (Link Google Maps).

Penulis: Al Faqir Ahmad

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak