Radigfa Media

Wali Nikah Perempuan, Siapa Lagi yang Berhak Selain Ayah?

radigfareligion.online - Wali nikah dalam akad nikah merupakan rukun yang tak bisa dilewatkan. Menurut para ulama, hal ini bisa mempengaruhi keabsahan pernikahan tersebut.

Foto: Istimewa

Muhammad Bagir dalam buku Fiqih Praktis 2 menjelaskan perwalian nikah merupakan hak yang diberikan oleh syariat kepada seseorang wali untuk melakukan akad pernikahan atas orang yang diwakilkan.

Ahmad Sarwat dalam bukunya Ensiklopedi Fikih Indonesia: Pernikahan menyebut wali nikah adalah orang yang memiliki wilayah atau hak untuk melaksanakan akad atas orang lain dengan seizinnya.

Baca Juga: Jangan Lewatkan Sahur! 5 Hadits tentang Keberkahan Meski Hanya Seteguk Air

Bahkan menurut Syafi'i tidak sah nikah tanpa adanya wali bagi pihak pengantin perempuan, tanpa adanya izin dari wali nikah maka perkawinan tersebut dianggap tidak sah atau batal. Hal tersebut dijelaskan di dalam buku Hukum Pernikahan Islam karya Nurhadi dan Muammar Gadapi.

Dalam akad nikah Islam, ijab qabul dilakukan oleh wali dari perempuan tersebut. Sehingga lafaz ijab diucapkan oleh si wali dan qabul dilafalkan oleh suami.

Posisi Wali dalam Pernikahan

Masih mengacu pada sumber yang sama, para ulama mempunyai pandangan yang berbeda mengenai posisi wali dalam akad nikah. Jumhur ulama seperti Malikiyah, Syafi'iyah, Hanabilah menyepakati wali sebagai rukun pernikahan dan pernikahan tanpa wali maka tidak sah.

Nabi SAW menegaskan dalam sebuah hadits menikah tanpa izin dari wali dapat membuat pernikahan itu jadi batal. Diriwayatkan dari Aisyah RA, Rasulullah SAW bersabda,

Baca Juga: Berkah dan Amalan Pada Waktu Sahur: Pesan Mulia Rasulullah SAW

"Siapa pun wanita yang menikah tanpa izin walinya maka nikahnya itu batal, nikahnya itu batal dan nikahnya itu batal. Jika (si lelaki) menggaulinya maka harus membayar mahar buat kehormatan yang telah dihalalkannya. Dan bila mereka bertengkar, maka sultan adalah wali bagi mereka yang tidak punya wali." (HR Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi & Ibnu Majah)

Sementara itu, ulama Abu Hanifah, Abu Yusuf, dan ulama lain berpandangan jika wali nikah tidak termasuk rukun melainkan hanya sebagai syarat nikah.

Mereka juga berpendapat bahwa seorang perempuan gadis maupun janda yang sudah balig, berakal sehat, mampu menguasai dirinya, boleh melakukan akad nikah bagi dirinya sendiri dan tanpa wali. Meski pernikahan diwakilkan oleh wali lebih baik dan sangat dianjurkan.

Hal tersebut didasarkan pada surah Al Baqarah ayat 234 sebagai dalil, Allah SWT berfirman yang artinya,

وَالَّذِيْنَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُوْنَ اَزْوَاجًا يَّتَرَبَّصْنَ بِاَنْفُسِهِنَّ اَرْبَعَةَ اَشْهُرٍ وَّعَشْرًا ۚ فَاِذَا بَلَغْنَ اَجَلَهُنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيْمَا فَعَلْنَ فِيْٓ اَنْفُسِهِنَّ بِالْمَعْرُوْفِۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ

Artinya: "Orang-o وَ rang yang mati di antara kamu dan meninggalkan istri-istri hendaklah mereka (istri-istri) menunggu dirinya (beridah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian, apabila telah sampai (akhir) idah mereka, tidak ada dosa bagimu (wali) mengenai apa yang mereka lakukan terhadap diri mereka menurut cara yang patut. Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan."

Kemudian diperkuat dengan hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Para janda lebih berhak atas diri mereka. " (HR Tirmidzi)

Rizem Aizid dalam bukunya Fiqh Keluarga Terlengkap, menyampaikan perkawinan di Indonesia lebih condong kepada pendapat Imam Syafi'i dan Maliki, yang menyebut wali adalah rukun dan syarat sahnya nikah.

Orang yang Berhak Menjadi Wali Nikah Perempuan

Dikutip dari Fiqih Praktis 2, untuk menjadi wali nikah perempuan perlu memenuhi kriteria tersebut yakni laki-laki merdeka, berakal sehat, baligh, dan beragama Islam. Merangkum buku Fiqh Keluarga Terlengkap, terdapat empat jenis wali dalam Islam, yakni wali nasab, wali hakim, wali tahkim dan wali maula.

1.Wali Nasab

Wali nasab adalah wali yang diambil berdasarkan keturunan atau yang memiliki hubungan nasab dengan pengantin perempuan. Berikut urutannya.

Ayah kandung

Ayahnya ayah (kakek) terus ke atas

Saudara lelaki seayah-seibu

Saudara lelaki seayah saja

Anak lelaki saudara laki-laki seayah-seibu

Anak lelaki saudara laki-laki seayah

Anak lelaki dari anak laki-laki saudara laki-laki seayah-seibu

Anak lelaki dari anak laki-laki saudara laki-laki seayah

Anak lelaki dari no. 7 di atas

Anak lelaki dari no. 8 dan seterusnya

Saudara lelaki ayah, seayah-seibu

Saudara lelaki ayah, seayah saja

Anak lelaki dari no. 11

Anak lelaki no. 12, dan

Anak lelaki no. 13 dan seterusnya.

Dikutip dari buku Fiqih Munakahat yang disusun oleh Sakban Lubis dkk, jika dalam satu kelompok wali nikah terdapat beberapa orang yang sama berhak menjadi wali, maka yang paling berhak menjadi wali ialah yang lebih dekat derajat kerabatnya dengan calon mempelai wanita.

Jadi, wali nasab terdiri tiga kelompok; ayah kandung seterusnya ke atas, saudara laki-laki ke bawah, dan saudara lelaki ayah ke bawah. Wali nasab harus berurutan dan tidak boleh melangkahi satu dengan yang lainnya.

2. Wali Hakim

Wali qadhi atau hakim adalah orang berasal dari hakim, seperti kepala pemerintah, pemimpin, atau orang yang diberi kewenangan oleh kepala negara untuk menikahkan perempuan yang berwali hakim.

Dalam hal ini, wali hakim tidak boleh menikahkan perempuan yang belum balig, pasangan dari kedua pihak keluarga yang tidak sekufu (sepadan), orang yang tanpa mendapat izin dari wanita yang akan menikah, dan orang yang berada di luar wilayah kekuasaannya.

Wali hakim berlaku jika wanita tidak adanya wali nasab seperti yang disebutkan di atas seluruhnya, serta tidak mencukupinya syarat bagi wali nikah di atas jika masih hidup.

3. Wali Tahkim

Wali tahkim adalah wali nikah yang diangkat sendiri oleh calon suami atau calon istri. Syarat akad nikah bisa diwakilkan wali satu ini, jika wali nasab pada urutan di atas tidak ada seluruhnya atau tidak memenuhi syarat, serta tak adanya wali hakim. Sehingga wali tahkim baru boleh menikahkan, apabila tak terdapatnya wali nasab dan wali hakim.

4. Wali Maula

Terakhir ada wali maula. Wali ini adalah seorang majikan dari seorang hamba sahaya yang ingin menikah. Maka jika ada wanita yang berada di bawah kuasanya (yakni sebagai budak), maka majikan laki-lakinya boleh menjadi wali akad nikah bagi hamba sahaya perempuannya itu.

Dari keempat jenis wali di atas, urutan yang berhak menjadi wali nikah perempuan dimulai dari wali nasab (paling utama). Kemudian boleh digantikan wali hakim, bila wali nasab tidak ada seluruhnya. Jika wali hakim tidak ada maka boleh diwakilkan oleh wali tahkim. Sementara untuk seorang hamba sahaya wanita yang tidak punya wali nasab, maka bisa dinikahkan oleh wali maula.

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak